Jumat, 25 Mei 2012
Kamis, 24 Mei 2012
POLEMIK KENAIKAN HARGA BBM
Keputusan
sidang paripurna beberapa waktu yang lalu mengenai harga BBM belum
menyelesaikan masalah, bahkan justru menghadirkan kebingungan, dan membuat
rakyat terperangkap dalam ketidak
pastian, hal ini terjadi karena keputusan yang diambil merupakan hasil dari
kompromi politik para elit karena merasa terperangkap pada sebuah dilema,
dilema antara kepentingan rakyat dan kepentingan partai.
Sikap
dilematis ini begitu kental karena isu kenaikan BBM ini merupakan isu yang sangat
“seksi”, populis, karena sangat erat dampaknya dengan realitas kehidupan sehari
– hari, tentunya dalam hal ini semua partai politik tidak mau terkesan menjadi
pendukung kenaikan harga BBM karena sudah jelas sangat bertentangan dengan
keinginan masyarakat.
Seperti yang sudah diketahui bahwa dalam
sidang paripurna DPR yang berlangsung sejak Jumat hingga Sabtu 30-31 Maret 2012
dini hari, mayoritas fraksi DPR sudah menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam
pasal 7 UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Dengan mekanisme voting, 356
anggota DPR mendukung opsi dua tentang pemberian kesempatan bersyarat kepada
pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Ayat 6a dalam pasal itu
menetapkan, jika harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu enam
bulan terakhir mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen,
pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM
bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.
Ketidak pastian ini tentunya kan
membuat masyarakat diambang kehancuran karena terus terombang-ambing oleh arus
kepentingan politik elit yang terkesan kompromistik, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa masyarakat sekarang sedang menjadi korban politik transaksional
para elit, karena keputusan yang dilakukan adalah keputusan berdasarkan politik
kepentingan, bukan berdasarkan kepada kepentingan masyarakat.
Permasalahan yang pertama kali
muncul adalah sudah naiknya harga kebutuhan pokok yang sudah pasti memberatkan
masyarakat, sedangkan di satu sisi harga BBM akan benar-benar naik jika dalam
waktu enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 %, hal ini
tentunya membuat rakyat semakin menderita dikarenakan para cukong dan spekulan
kemungkinan enggan menurunkan harga bahan pokok karena ketidak pastian harga
BBM yang bisa saja naik suatu waktu setelah memenuhi persyaratan dari ayat 6a.
Tidak hanya itu permasalahan kedua
muncul saat beberapa ahli hukum tata negara salah satunya Yusril Ihza Mahendra bersiap
menguji keputusan DPR itu karena dinilai inkonstitusional, keputusan siding
paripurna DPR itu dianggap berbenturan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi
(MK) terhadap pasal 28 undang-undang (UU) tentang Migas. Keputusan MK No.
002/PUU-I/2003sudah menetapkan bahwa harga BBM bersubsidi tidak boleh
diserahkan kepada mekanisme pasar. Lebih dari itu, Pasal 7 ayat 6 UU No.22
Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang menetapkan ‘Harga Jual BBM bersubsidi tidak
mengalami kenaikan’ itu sudah menjadi UU yang hakikatnya tidak bisa divoting
lagi.
Jika memang demikian, maka dengan
kata lain alasan pemerintah menaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu karena melonjaknya
harga minyak internasional, sejak awal memang sudah inkonstitusional, karena MK
telah membatalkan pasal 28 ayat 2 UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan
minyak dan Gas Bumi yang berisi tentang pelepasan harga minyak dan gas
bumi mengikuti harga pasar.
Dan masalah
selanjutnya yang mungkin hadir dan menjadi tugas pemerintah adalah untuk
mengantisipasi tercekiknya APBN karena beban subsidi, walaupun pemerintah tidak
pernah secara transparan menyatakan seberapa parahnya kondisi APBN harga BBM
akhirnya tidak jadi naik seperti sekarang.
APBN
sebenarnya terbebani bukan karena
subsidi, melainkan oleh korupsi, kebocoran anggaran, dan biaya birokrasi yang
tidak rasional. Karena jika kita perhatikan alokasi anggaran dari pos belanja
birokrasi di APBN yang sangat membengkak (meningkat 600% dari 2005 ke
2012). Sedangkan data yang ada
menunjukkan bahwa hanya 16,2% dan 7,6% dari APBN 2005-2011 yang digunakan untuk
belanja modal dan belanja sosial.
Sorotan terakhir adalah Dana Transfer Daerah yang
bermasalah, bermasalah dalam artian pemakaiannya yang didominasi gaji pegawai. Menurut
data dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
merilis, pada 2012 terdapat 291 kabupaten/kota yang memproyeksikan belanja pegawainya
lebih dari 50 persen. Di antara 291 daerah itu, terdapat 11 daerah yang
memiliki belanja pegawai lebih dari 70 persen dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD). Di Indonesia, saat ini terdapat 398 kabupaten dan 93
kota.
Untuk itu kedepannya Pemerintah harus senantiasa
melakukan beberapa solusi untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah carut
marut belakangan ini. Pertama yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan
realokasi APBN dan APBD, dengan memotong beberapa tunjangan untuk belanja
birokrasi dan pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk belanja sosial dan
perbaikan insfrastruktur, dengan demikian rakyat akan lebih merasakan manfaat
daripada APBN.
Selanjutnya,
yitu mengoptimalkan penghasilan pajak sebagai sumber APBN. Menurut data dari
hasil beberapa kajian menyatakan bahwa tax ratio Indonesia terhadap PDB
sebagai negara berkembang, terhitung kecil (12,3%). Jika Indonesia dapat
meningkatkan tax ratio-nya sebesar 3% saja, mendekati standar tax
ratio negara-negara berkembang secara umum (15%-17%), negara mendapat
tambahan dana sekitar Rp240 Triliun.
Sedangkan untuk persiapan jangka panjang guna menaikan
pendapatan negara adalah dengan melkukan renegoisasi kontrak karya dan mengatur
ulang kebijakan dividen BUMN agar mampu menghasilkan pendapatan lebih besar
bukan hanya pada jangka pendek namun hingga 10-20 tahun ke depan. Dari sini
terlihat betapa besar potensi pendapatan yang masih bisa digarap pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan APBN 2011.
Dan yang
terakhir adalah dengan mencari akar masalah dari kenaikan harga BBM yaitu
mencapai kedaulatan migas nasional. Dimana
di sektor hulu, Indonesia tidak mampu berdaulat untuk menguasai
sumber-sumber migas nasional. Menurut data Hampir 90% perusahaan asing
mengelola minyak di Indonesia. Ketidak berdaulatnya Indonesia ini disebabkan
oleh dampak UU 22 Tahun 2001 tentang Migas. UU ini dicurigai pesanan asing
untuk menjajah hasil migas Indonesia. Jika kita mampu berdaulat terhadap
sumber-sumber migas dan melakukan pengembangan teknologi migas nasional, maka
kenaikan migas justru menjadi berkah buat Indonesia seperti Venezuela, Iran
dll.
Selain
itu, pemerintah dituntut untuk lebih serius menyiapkan insfrastruktur guna
mengembangkan energi alternatif lain
seperti batu bara dan gas alam. Perlu diingat 70 % batu bara Indonesia di
ekspor ke luar negeri dan Indonesia adalah pengekspor terbesar gas alam.
Keuntungan yang besar dari penjualan batu bara dan gas alam menyebabkan para
mafia bermain di sektor strategis ini. Padahal, konstitusi pasal 33 ayat 2 sudah
mengamanatkan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” Dilanjutkan
dengan bunyi ayat 3 “dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”. Bukan untuk kepentingan segelintir orang.
Ade Irfan Abdurahman
(Ketua Umum KAMMI UIN Syahid 2011-2012)
SMART BIMTEST Solusi Cerdas Masuk Universitas
Telah dibuka pendaftaran SMART BIMTEST UM(Ujian Mandiri) UIN KAMMI...
LULUS= USAHA + DOA, Makanya jika mau lulus lebih baik maksimalkan usaha anda dengan mengikuti Smart Bimtes Kammi Uin Syahid Full.
kami memiliki 4 paket bimbingan yang ditawarkan:
1. Platinum (Bimbel+Buku soal+ Try out), dengan investasi 75.000
2. Gold (Try Out+Buku), investasi 50.000
3. Silver (Try out), investasi 40.000
4. Ultimate (Belajar+penginapan selama 3 hari 2 malam+ pengembalian investasi 50% bila tidak lulus UM UIN+Bimbel+Buk+Try out+konsultasi akademik), investasi 250.000
info slnjutnya
cp: Arif Iskandar Al-Bantani 083876817720
Syamsudin 02195941514
Langganan:
Postingan (Atom)