Kamis, 24 Mei 2012

POLEMIK KENAIKAN HARGA BBM



Keputusan sidang paripurna beberapa waktu yang lalu mengenai harga BBM belum menyelesaikan masalah, bahkan justru menghadirkan kebingungan, dan membuat rakyat  terperangkap dalam ketidak pastian, hal ini terjadi karena keputusan yang diambil merupakan hasil dari kompromi politik para elit karena merasa terperangkap pada sebuah dilema, dilema antara kepentingan rakyat dan kepentingan partai.
Sikap dilematis ini begitu kental karena isu kenaikan BBM ini merupakan isu yang sangat “seksi”, populis, karena sangat erat dampaknya dengan realitas kehidupan sehari – hari, tentunya dalam hal ini semua partai politik tidak mau terkesan menjadi pendukung kenaikan harga BBM karena sudah jelas sangat bertentangan dengan keinginan masyarakat.
Seperti yang sudah diketahui bahwa dalam sidang paripurna DPR yang berlangsung sejak Jumat hingga Sabtu 30-31 Maret 2012 dini hari, mayoritas fraksi DPR sudah menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam pasal 7 UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Dengan mekanisme voting, 356 anggota DPR mendukung opsi dua tentang pemberian kesempatan bersyarat kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Ayat 6a dalam pasal itu menetapkan, jika harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu enam bulan terakhir mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.
Ketidak pastian ini tentunya kan membuat masyarakat diambang kehancuran karena terus terombang-ambing oleh arus kepentingan politik elit yang terkesan kompromistik, dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat sekarang sedang menjadi korban politik transaksional para elit, karena keputusan yang dilakukan adalah keputusan berdasarkan politik kepentingan, bukan berdasarkan kepada kepentingan masyarakat.
Permasalahan yang pertama kali muncul adalah sudah naiknya harga kebutuhan pokok yang sudah pasti memberatkan masyarakat, sedangkan di satu sisi harga BBM akan benar-benar naik jika dalam waktu enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 %, hal ini tentunya membuat rakyat semakin menderita dikarenakan para cukong dan spekulan kemungkinan enggan menurunkan harga bahan pokok karena ketidak pastian harga BBM yang bisa saja naik suatu waktu setelah memenuhi persyaratan dari ayat 6a.
Tidak hanya itu permasalahan kedua muncul saat beberapa ahli hukum tata negara salah satunya Yusril Ihza Mahendra bersiap menguji keputusan DPR itu karena dinilai inkonstitusional, keputusan siding paripurna DPR itu dianggap berbenturan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal 28 undang-undang (UU) tentang Migas. Keputusan MK No. 002/PUU-I/2003sudah menetapkan bahwa harga BBM bersubsidi tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar. Lebih dari itu, Pasal 7 ayat 6 UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang menetapkan ‘Harga Jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan’ itu sudah menjadi UU yang hakikatnya tidak bisa divoting lagi.
Jika memang demikian, maka dengan kata lain alasan pemerintah menaikan harga BBM beberapa waktu yang  lalu karena melonjaknya harga minyak internasional, sejak awal memang sudah inkonstitusional, karena MK telah membatalkan pasal 28 ayat 2 UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas Bumi yang berisi tentang pelepasan harga minyak dan gas bumi mengikuti harga pasar.
Dan masalah selanjutnya yang mungkin hadir dan menjadi tugas pemerintah adalah untuk mengantisipasi tercekiknya APBN karena beban subsidi, walaupun pemerintah tidak pernah secara transparan menyatakan seberapa parahnya kondisi APBN harga BBM akhirnya tidak jadi naik seperti sekarang.
APBN sebenarnya  terbebani bukan karena subsidi, melainkan oleh korupsi, kebocoran anggaran, dan biaya birokrasi yang tidak rasional. Karena jika kita perhatikan alokasi anggaran dari pos belanja birokrasi di APBN yang sangat membengkak (meningkat 600% dari 2005 ke 2012).  Sedangkan data yang ada menunjukkan bahwa hanya 16,2% dan 7,6% dari APBN 2005-2011 yang digunakan untuk belanja modal dan belanja sosial.
Sorotan terakhir adalah Dana Transfer Daerah yang bermasalah, bermasalah dalam artian pemakaiannya yang didominasi gaji pegawai. Menurut data dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis, pada 2012 terdapat 291 kabupaten/kota yang memproyeksikan belanja pegawainya lebih dari 50 persen. Di antara 291 daerah itu, terdapat 11 daerah yang memiliki belanja pegawai lebih dari 70 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Di Indonesia, saat ini terdapat 398 kabupaten dan 93 kota.
Untuk itu kedepannya Pemerintah harus senantiasa melakukan beberapa solusi untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah carut marut belakangan ini. Pertama yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan realokasi APBN dan APBD, dengan memotong beberapa tunjangan untuk belanja birokrasi dan pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk belanja sosial dan perbaikan insfrastruktur, dengan demikian rakyat akan lebih merasakan manfaat daripada APBN.
Selanjutnya, yitu mengoptimalkan penghasilan pajak sebagai sumber APBN. Menurut data dari hasil beberapa kajian menyatakan bahwa tax ratio Indonesia terhadap PDB sebagai negara berkembang, terhitung kecil (12,3%). Jika Indonesia dapat meningkatkan tax ratio-­nya sebesar 3% saja, mendekati standar tax ratio negara-negara berkembang secara umum (15%-17%), negara mendapat tambahan dana sekitar Rp240 Triliun.
Sedangkan untuk persiapan jangka panjang guna menaikan pendapatan negara adalah dengan melkukan renegoisasi kontrak karya dan mengatur ulang kebijakan dividen BUMN agar mampu menghasilkan pendapatan lebih besar bukan hanya pada jangka pendek namun hingga 10-20 tahun ke depan. Dari sini terlihat betapa besar potensi pendapatan yang masih bisa digarap pemerintah Indonesia untuk meningkatkan APBN 2011.
Dan yang terakhir adalah dengan mencari akar masalah dari kenaikan harga BBM yaitu mencapai kedaulatan migas nasional. Dimana  di sektor hulu, Indonesia tidak mampu berdaulat untuk menguasai sumber-sumber migas nasional. Menurut data Hampir 90% perusahaan asing mengelola minyak di Indonesia. Ketidak berdaulatnya Indonesia ini disebabkan oleh dampak UU 22 Tahun 2001 tentang Migas. UU ini dicurigai pesanan asing untuk menjajah hasil migas Indonesia. Jika kita mampu berdaulat terhadap sumber-sumber migas dan melakukan pengembangan teknologi migas nasional, maka kenaikan migas justru menjadi berkah buat Indonesia seperti Venezuela, Iran dll.
 Selain itu, pemerintah dituntut untuk lebih serius menyiapkan insfrastruktur guna mengembangkan  energi alternatif lain seperti batu bara dan gas alam. Perlu diingat 70 % batu bara Indonesia di ekspor ke luar negeri dan Indonesia adalah pengekspor terbesar gas alam. Keuntungan yang besar dari penjualan batu bara dan gas alam menyebabkan para mafia bermain di sektor strategis ini. Padahal, konstitusi pasal 33 ayat 2 sudah mengamanatkan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” Dilanjutkan dengan bunyi ayat 3 “dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bukan untuk kepentingan segelintir orang.
Ade Irfan Abdurahman


(Disarikan dari berbagai data)

Ade Irfan Abdurahman
(Ketua Umum KAMMI UIN Syahid 2011-2012)

SMART BIMTEST Solusi Cerdas Masuk Universitas

Telah dibuka pendaftaran SMART BIMTEST UM(Ujian Mandiri) UIN KAMMI...

LULUS= USAHA + DOA, Makanya jika mau lulus lebih baik maksimalkan usaha anda dengan mengikuti Smart Bimtes Kammi Uin Syahid Full.

kami memiliki 4 paket bimbingan yang ditawarkan:
1. Platinum (Bimbel+Buku soal+ Try out), dengan investasi 75.000
2. Gold (Try Out+Buku), investasi 50.000
3. Silver (Try out), investasi 40.000
4. Ultimate (Belajar+penginapan selama 3 hari 2 malam+ pengembalian investasi 50% bila tidak lulus UM UIN+Bimbel+Buk+Try out+konsultasi akademik), investasi 250.000

info slnjutnya
cp: Arif Iskandar Al-Bantani 083876817720
Syamsudin 02195941514